Praktek Murabahah versi Bank Islam

Barangkali tokoh pemikir Bank Islam yang paling kondang adalah ulama Pakistan Taqi Osmani, yang esai nya tentang Murabahah mengatakan:

"Murabahah" kenyataannya adalah istilah Fiqih Islam dan merujuk kepada jenis penjualan tertentu yang tidak berhubungan apapaun dalam pembiayaan dalam arti aslinya....

Murabahah, dalam konotasi Islam nya yang asli, hanya sekedar penjualan. Ciri yang membedakannya dari jenis penjualan lain adalah, Penjual dalam Jual-beli Murabahah mengatakan kepada pembeli berapa biaya yang dia kenakan dan berapa keuntungan yang akan dia kenakan sebagai tambahan biaya.

Definisi ini benar kecuali kalimat “berapa keuntungan yang akan dia kenakan sebagai tambahan biaya” seharusnya berbunyi “berapa keuntungan yang dia kenakan sebagai tambahan biaya”. Perbedaan future dengan present adalah esensial untuk dimengerti guna memahami bagaimana praktek penjualan Murabahah ala Bank Islam terjadi. Future menyiratkan ada pra-kesepakatan sebelum penjual kulakan barang untuk dijual kepada pembeli, tetapi definisi dari Taqi Osmani dan perbedaan kalimat ini bukanlah poin utama.

Posisi Taqi Osmani, seperti sebagian besar ulama Perbankan Syariah, adalah bahwa Murabahah hanya dijadikan prinsip, yaitu, kesanggupan menyatakan mark-up penjualan, dan yang mereka lakukan kemudian adalah menggabungkan prinsip Murabahah ini dengan penjualan atas dasar syarat penundaan. Yang disebut oleh Bank Syariah sebagai Murabahah bukanlah Murabahah, tetapi hanyalah sebentuk Riba.

Taqi Osmani, seperti semua bankir Syariah lainnya, menyepelekan larangan “dua penjualan dalam satu”. Kini kita akan kembali membahas larangan ini.